Rabu, 10 Februari 2016

Review Jurnal 1 Etika Bisnis

ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
PADA KASUS BANK LIPPO

ABSTRAK

Profesi akuntan publik adalah sebuah profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat. Apabila profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kasus kode etik profesi akuntan publik dan mengkaji dampak atas pelanggaran kode etik pada kasus Bank Lippo. Data diperoleh melalui studi literatur seperti jurnal. Teknik yang dipakai adalah analisis yang disertai dengan argumentasi dari sudut pandang penulis. Hasil penelitian adalah akuntan publik telah memberikan laporan keuangan ganda yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran tersebut adalah sanksi berupa denda dari BAPEPAM. Lebih buruk lagi, kepercayaan masyarakat kepada akuntan publik akan berkurang bahkan menghilang.

PENDAHULUAN

Setiap orang mempunyai berbagai macam profesi. Tidak jarang profesi tersebut memiliki hubungan dengan masyarakat. Jika kita menjalani profesi diharapkan menjalaninya dengan sungguh-sungguh atas tanggung jawab dan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat. Begitu pula dengan profesi akuntan publik. Apabila profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik.
Untuk itu Kompartemen Akuntan Publik mengeluarkan Aturan Etika Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik di Indonesia. SPAP digunakan sebagai acuan ukuran mutu wajib dipatuhi oleh akuntan publik dalam pemberian jasanya.
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari tiga bagian :
1. Prinsip Etika : memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
2. Aturan Etika : disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang bersangkutan.
3. Interprestasi Aturan Etika : merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Menurut Machfoedz (1997), seorang akuntan dikatakan profesional apabila memenuhi tiga syarat, yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Seseorang hendaknya memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai di dalam profesinya. Selain itu karakter menunjukkan kepribadian seorang profesional yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan posisinya di masyarakat yang memakai jasa profesionalnya.
Adams, et al dalam Ludigdo (2007) menyatakan ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat antara lain :
1. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berlaku secara etis.
2. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
3. Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebaga sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
Dalam kasus Bank Lippo telah terjadi pelanggaran etika profesi dan etika bisnis secara bersamaan. Menurut Keraf (1998) ada lima prinsip etika bisnis :
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak Berbuat jahat dan Berbuat Baik
Mengarahkan agar kita secara aktif dan mekasimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan
Menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Dengan demikian, pelanggaran terhadap kode etik profesi oleh KAP akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Padahal hasil audit dari akuntan publik merupakan referensi yang sangat berharga bagi para shareholder dalam mengambil keputusan ekonomi. UU. No. 5/2011 tentang Akuntan Publik menyatakan bahwa jasa akuntan publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan.
Terjadinya kasus penyimpangan kode etik tersebut menunjukkan bahwa menegakkan kode etik akuntan publik tidaklah mudah. Arens dan Loebbecke (2000) menyatakan, persoalannya terletak pada dilema etis adalah situasi yang dihadapi seseorang sehingga keputusan mengenai perilaku yang layak harus dibuat.
Profesi akuntan publik sering dihadapkan pada dilema etis dari setiap jasa yang ditawarkan. Situasi konflik dapat terjadi ketika seorang akuntan publik harus membuat profesional judgement dengan mempertimbangkan sudut pandang moral. Situasi konflik atau dilema etis merupakan tantangan bagi profesi akuntan publik. Untuk itu mutlak diperlukan kesadaran etis yang tinggi, yang menunjang sikap dan perilaku etis akuntan publik dalam menghadapi situasi konflik tersebut. Terdapat banyak faktor (baik eksternal maupun internal) yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan publik.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :
• Menganalisis bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kantor akuntan publik pada kasus Bank Lippo.
• Mengkaji dampak pelanggaran kode etik tersebut.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur seperti jurnal. Data dikumpulkan dari beberapa sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KAP pada kasus Bank Lippo.
Penulis menggunakan teknik analisis dengan cara mengkaji fenomena kasus yang terjadi disertai dengan argumentasi. Argumentasi yang dipaparkan merupakan sudut pandang dari penulis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo Tahun 2002
Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut :
• Laporan pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002.
• Laporan kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.
• Laporan ketiga, yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.
Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %.
Analisis :
Akuntan publik tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik profesi akuntansi karena telah membuat laporan keuangan ganda yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan publik adalah tindakan yang melanggar integritas dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya. Dapat dilihat dari kasus ini bahwa akuntan publik belum mengerjakan profesinya secara profesional. Seharusnya akuntan publik melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan, sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
Dampak dari kasus tersebut adalah BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Profesi akuntan publik adalah profesi yang mengutamakan kepercayaan. Oleh karena itu sistem yang sudah dibangun harus dilaksanakan agar profesi akuntan publik mendapatkan tempat yang terhormat bagi klien, dunia usaha, pemerintah dan pihak lain yang mempunyai kepentinagn terhadap profesi akuntan publik. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) adalah unit di Kementerian Keuangan yang salah satu tugas dan fungsinya melakukan pembinaan terhadap akuntan. Sanksi dapat diberikan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pembinaan, pemberdayaan, dan pengawasan terhadap profesi akuntan publik dibuatlah Peraturan Pemerintah No. 84/2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik serta UU. No. 5/2011 tentang akuntan publik mengamanatkan pembentukan Komite Profesi Akuntan Publik yang bersifat independen. Komite ini diharapkan daat menjembatani kepentingan praktisi akuntan publik dan Asosiasi Profesi Akuntan Publik serta Menteri sebagai pembina dan pengawas profesi akuntan publik. Keberadaan komite akan mendorong terwujudnya perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan publik dan profesi akuntan publik.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kode etik akuntan publik dan pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik atau KAP :
1. Bentuk pelanggaran yang dilakukan adalah memberikan laporan keuangan yang berbeda-beda kepada publik. Sudah sepatutnya akuntan publik bekerja secara profesional dan memiliki sifat kehati-hatian.
2. Dampak pelanggaran kode etik yang dilakukan akuntan publik adalah kerugian bagi investor yang memanfaatkan hasil audit akuntan publik, berkurang atau bahkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik, dan pada akhirnya akan merugikan profesi akuntan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes S., 2012, Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.
Arens A.A, dan Loebbecke J.K., 2000, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, Jilid 1. (Terj), Erlangga, Jakarta.
Keraf. A., S., 1998, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ludigdo, U., 2007, Paradoks Etika Akuntan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Machfoedz, M., 1997, Strategi Pendidikan Akuntansi dalam Era Globalisasi. Jurnal Perspektif FE-UNS. Edisi Juli-September.
Mulyadi, 2002, Auditing, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta.

http://lianlobay.blogspot.co.id/2014/11/laporan-keuangan-ganda-bank-lippo-tahun.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar