ANALISIS PELANGGARAN
KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
PADA KASUS BANK LIPPO
ABSTRAK
Profesi akuntan publik
adalah sebuah profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat. Apabila
profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis kasus kode etik profesi akuntan publik dan
mengkaji dampak atas pelanggaran kode etik pada kasus Bank Lippo. Data
diperoleh melalui studi literatur seperti jurnal. Teknik yang dipakai adalah
analisis yang disertai dengan argumentasi dari sudut pandang penulis. Hasil
penelitian adalah akuntan publik telah memberikan laporan keuangan ganda yang
dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Dampak yang ditimbulkan dari
pelanggaran tersebut adalah sanksi berupa denda dari BAPEPAM. Lebih buruk lagi,
kepercayaan masyarakat kepada akuntan publik akan berkurang bahkan menghilang.
PENDAHULUAN
Setiap orang mempunyai
berbagai macam profesi. Tidak jarang profesi tersebut memiliki hubungan dengan
masyarakat. Jika kita menjalani profesi diharapkan menjalaninya dengan
sungguh-sungguh atas tanggung jawab dan kepercayaan yang telah diberikan oleh
masyarakat. Begitu pula dengan profesi akuntan publik. Apabila profesi tersebut
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang
dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik.
Untuk itu Kompartemen
Akuntan Publik mengeluarkan Aturan Etika Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai
akuntan publik di Indonesia. SPAP digunakan sebagai acuan ukuran mutu wajib
dipatuhi oleh akuntan publik dalam pemberian jasanya.
Kode Etik Ikatan
Akuntansi Indonesia terdiri dari tiga bagian :
1. Prinsip Etika :
memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian
jasa profesional oleh anggota.
2. Aturan Etika :
disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang
bersangkutan.
3. Interprestasi Aturan
Etika : merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh
himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Menurut Machfoedz
(1997), seorang akuntan dikatakan profesional apabila memenuhi tiga syarat,
yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Seseorang hendaknya memiliki
keahlian dan pengetahuan yang memadai di dalam profesinya. Selain itu karakter
menunjukkan kepribadian seorang profesional yang diwujudkan dalam sikap dan
tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan
posisinya di masyarakat yang memakai jasa profesionalnya.
Adams, et al dalam
Ludigdo (2007) menyatakan ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk
dibuat antara lain :
1. Kode etik merupakan
suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu
dapat berlaku secara etis.
2. Kontrol etis
diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku
organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.
3. Perusahaan
memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebaga sebuah profesi,
dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
Dalam kasus Bank Lippo
telah terjadi pelanggaran etika profesi dan etika bisnis secara bersamaan.
Menurut Keraf (1998) ada lima prinsip etika bisnis :
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan
manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara
otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut
keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Meliputi pemenuhan
syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan,
dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena
masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak
Berbuat jahat dan Berbuat Baik
Mengarahkan agar kita
secara aktif dan mekasimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan
apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan
Menuntut agar kita
memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan
kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada
Diri Sendiri
Mengarahkan agar kita
memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan
memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Dengan demikian,
pelanggaran terhadap kode etik profesi oleh KAP akan menyebabkan hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Padahal hasil audit
dari akuntan publik merupakan referensi yang sangat berharga bagi para
shareholder dalam mengambil keputusan ekonomi. UU. No. 5/2011 tentang Akuntan
Publik menyatakan bahwa jasa akuntan publik merupakan jasa yang digunakan dalam
pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi
yang memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat
dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang
keuangan.
Terjadinya kasus
penyimpangan kode etik tersebut menunjukkan bahwa menegakkan kode etik akuntan
publik tidaklah mudah. Arens dan Loebbecke (2000) menyatakan, persoalannya
terletak pada dilema etis adalah situasi yang dihadapi seseorang sehingga
keputusan mengenai perilaku yang layak harus dibuat.
Profesi akuntan publik
sering dihadapkan pada dilema etis dari setiap jasa yang ditawarkan. Situasi
konflik dapat terjadi ketika seorang akuntan publik harus membuat profesional
judgement dengan mempertimbangkan sudut pandang moral. Situasi konflik atau
dilema etis merupakan tantangan bagi profesi akuntan publik. Untuk itu mutlak
diperlukan kesadaran etis yang tinggi, yang menunjang sikap dan perilaku etis
akuntan publik dalam menghadapi situasi konflik tersebut. Terdapat banyak
faktor (baik eksternal maupun internal) yang mempengaruhi sikap dan perilaku
etis akuntan publik.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini
adalah :
• Menganalisis
bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kantor akuntan publik pada kasus
Bank Lippo.
• Mengkaji dampak
pelanggaran kode etik tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
dilakukan yaitu studi literatur seperti jurnal. Data dikumpulkan dari beberapa
sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KAP pada
kasus Bank Lippo.
Penulis menggunakan
teknik analisis dengan cara mengkaji fenomena kasus yang terjadi disertai
dengan argumentasi. Argumentasi yang dipaparkan merupakan sudut pandang dari
penulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laporan Keuangan Ganda
Bank Lippo Tahun 2002
Kasus ini merupakan
kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun
2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang
ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing
berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut :
• Laporan pertama, yang
diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November
2002.
• Laporan kedua, yang
diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.
• Laporan ketiga, yang
disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada
manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.
Dari ketiga versi
laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan
”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari
2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang
diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih
sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang
diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan
mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka
yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva
sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77
%.
Analisis :
Akuntan publik tersebut
telah melakukan pelanggaran kode etik profesi akuntansi karena telah membuat
laporan keuangan ganda yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan.
Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media
masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan publik
adalah tindakan yang melanggar integritas dimana seorang akuntan harus sangat
jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan
bisnisnya. Dapat dilihat dari kasus ini bahwa akuntan publik belum mengerjakan
profesinya secara profesional. Seharusnya akuntan publik melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan, sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
Dampak dari kasus
tersebut adalah BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank
Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini
wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang
dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar
Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP)
Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi
penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Profesi akuntan publik
adalah profesi yang mengutamakan kepercayaan. Oleh karena itu sistem yang sudah
dibangun harus dilaksanakan agar profesi akuntan publik mendapatkan tempat yang
terhormat bagi klien, dunia usaha, pemerintah dan pihak lain yang mempunyai
kepentinagn terhadap profesi akuntan publik. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa
Penilai (PPAJP) adalah unit di Kementerian Keuangan yang salah satu tugas dan
fungsinya melakukan pembinaan terhadap akuntan. Sanksi dapat diberikan kepada
Kantor Akuntan Publik (KAP) berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Untuk meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas dalam pembinaan, pemberdayaan, dan pengawasan terhadap
profesi akuntan publik dibuatlah Peraturan Pemerintah No. 84/2012 tentang
Komite Profesi Akuntan Publik serta UU. No. 5/2011 tentang akuntan publik
mengamanatkan pembentukan Komite Profesi Akuntan Publik yang bersifat
independen. Komite ini diharapkan daat menjembatani kepentingan praktisi
akuntan publik dan Asosiasi Profesi Akuntan Publik serta Menteri sebagai
pembina dan pengawas profesi akuntan publik. Keberadaan komite akan mendorong
terwujudnya perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan publik dan profesi
akuntan publik.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka
dapat kita simpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kode etik
akuntan publik dan pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik atau KAP :
1. Bentuk pelanggaran
yang dilakukan adalah memberikan laporan keuangan yang berbeda-beda kepada
publik. Sudah sepatutnya akuntan publik bekerja secara profesional dan memiliki
sifat kehati-hatian.
2. Dampak pelanggaran
kode etik yang dilakukan akuntan publik adalah kerugian bagi investor yang
memanfaatkan hasil audit akuntan publik, berkurang atau bahkan hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik, dan pada akhirnya akan
merugikan profesi akuntan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes S., 2012,
Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Salemba
Empat, Jakarta.
Arens A.A, dan
Loebbecke J.K., 2000, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, Jilid 1. (Terj),
Erlangga, Jakarta.
Keraf. A., S., 1998,
Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ludigdo, U., 2007,
Paradoks Etika Akuntan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Machfoedz, M., 1997,
Strategi Pendidikan Akuntansi dalam Era Globalisasi. Jurnal Perspektif FE-UNS.
Edisi Juli-September.
Mulyadi, 2002,
Auditing, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta.
http://lianlobay.blogspot.co.id/2014/11/laporan-keuangan-ganda-bank-lippo-tahun.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar